01.26 -
No comments


FONOLOGI
A.
Fonologi
dan Bidang Pembahasannya
Bahasa
adalah sistem bunyi ujar sudah didasri oleh para linguis, oleh karena itu, objek
utama kajian linguistik adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi
ujar.
Konsekuensi
logis dari anggapan bahkan keyakinan ini adalah dasar analisis cabang-cabang
linguistik apapun (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, dan
lainnya). Misalnya, fonologi berkonsentrasi pada persoalan bunyi, morfologi
pada persoalan struktur internal kata, sintaksis pada persoalan makna kata, dan
leksikologi pada persoalan perbendaharaan kata.
Oleh
fonologi, bunyi-bunyi ujar ini dapat dipelajari dengan dua sudut pandang yaitu
Pertama,
bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media
bahasa semata, tak ubahnya seperti benda atau zat. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar demikian disebut fonetik
Kedua,
bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai
bagian dari sistem bahasa. Bunyi-bunyi ujar merupakan unsur-unsur bahasa
terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan yang sekaligus berfungsi
untuk membedakan makna. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar itu sebagai
bagian dari sistem bahasa lazim disebut fonemik.
B.
Kedudukan
Fonologi Dalam Cabang-cabang Linguistik
Sebagai bidang yang berkonsentrasi
dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna
bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang lain, baik
linguistik teoretis maupun terapan. Misalnya morfologi, sintaksis, semantik,
leksikologi, dialektologi, pengajaran bahasa dan psikolinguistik.
Bidang morfolofgi,
yang konsentrasi analissisnya pada tataran struktur internal kata (mulai dari
perilaku kata, proses pembentukan kata, sampai dengan mosi yang timbul akibat
pembentukan kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi. Contoh: mengapa
morfem dasar {pukul} diucapkan secara bervariasi antara [pukUl] dan [pUkUl],
serta diucapakan [pukulan] setelah mendapatkan proses morfologis dengan
penambahan morfem sufiks {-an}, praktis “minta bantuan” hasil studi fonologi.
Bidang sintaksis, yang
konsentrasi analisisnya pada tataran kalimat ketika berhadapan dengan kalimat kamu di sini . (kalimat berita), kamu di sin? (kalimat tanya), kamu di sini! (kalimat seru atau
perintah) dari ketiganya mempunyai arti yang berbeda tapi ketiganya
masing-masing terdiri atas tiga kata yang sama.
Bidang semantik, yang
berkonsentasi pada persoalan makna kata pun tidak jarang memanfaatkan hasil
telaah fonologi. Contoh : mengapa kata tahu dan teras kalau diucapakan secara
bervariasi [tahu], [tau], [teras], dan [taras] akan bermakan lain.
Bidang leksikologi, juga
leksokolografi, yang berkonsentrasi pada persoalan perbendaharaan kata suatu
bahasa, baik dalam rangka penyusunan kamus maupun tidak, sering memanfaatkan
hasil kajian fonologi.
Bidang dialektologi, yang
bermaksud memetakan “wilayah” pemakaian dialek atau variasi bahasa tertentu
sering memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama variasi-variasi uacapan
pemakaian bahasa, baik secara sosial maupun geografis.
Bidang pengajaran bahasa, (khususnya
pengajaran bahasa kedua dan pengajaran bahasa asing) yang bertujuan
keterampilan berbahasa lisan harus melatihkan cara-cara pengucapan bunyi-bunyi
bahasa target kepada pembelajar (the learner).
Psikolingusitik, ketika
menganalisis perkembangan penguasaan bunyi-bunyi bahasa pada diri anak juga
memanfatkan hasil kajian fonologi.
C. Manfaat Fonologi Dalam Penyusunan Ejaan
Bahasa
Ejaan adalah peraturan penggambaran
atau pelambangan bunyi-bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar ada dua
unsur, yaitu segmental dan
suprasengmental, maka ejaan pun menggambrkan atau melambangkan kedua unsur bunyi
ujar tersebut.
Pelambaangan unsur
fekmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambngkan bunyi-bunyi ujar dalam
bentuk tulisan ataau huruf, tetapi juga bagaimna menuliskan bunyi-bunyi
ujar,dalam bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal suku teknis
keilmuan, dan sebagainya.pelambangan tekanan, nada, durasi, jeda, dan
intonasi.pelambangan unsur suprasgmental ini di kenal dengan istilah tanda baca atau pungtuasi.
Kita tahu bahwa ejaan beratus-ratus
tahun bahkan beribu-ribu tahun setelah bahasa lisan ada.Bahasa lisan tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya tanpa ejaan.Ejaan diciptakan untuk melambangkan
bunyi bahasa, bukan sebaliknya.Jadi,tidaklah ada alasan kuat bahwa bahasa (bahasa lisan,pen) harus mengikuti dan tunduk
pada ejaan (bahasa tulis,pen).
Bahasa
manapun selalu berubah, termasuk
bahasa Indonesia.Satu sistem ejaan sesuai sesuai dengan bahasa yang dilambangkan pada waktu ejaan itu diciptakaan.Oleh karena itu,ejaanlah yang
harus disesuaikan terus-menerus seiring dengan pengembangan atau perubahan
bunyi pada bahasa yang dilambangkan bukan sebaliknya.
0 komentar:
Posting Komentar