Minggu, 12 Agustus 2012

01.26 - No comments

FONOLOGI

A.       Fonologi dan Bidang Pembahasannya
Bahasa adalah sistem bunyi ujar sudah didasri oleh para linguis, oleh karena itu, objek utama kajian linguistik adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar.         
Konsekuensi logis dari anggapan bahkan keyakinan ini adalah dasar analisis cabang-cabang linguistik apapun (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, dan lainnya). Misalnya, fonologi berkonsentrasi pada persoalan bunyi, morfologi pada persoalan struktur internal kata, sintaksis pada persoalan makna kata, dan leksikologi pada persoalan perbendaharaan kata.
Oleh fonologi, bunyi-bunyi ujar ini dapat dipelajari dengan dua sudut  pandang yaitu
Pertama,   bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya seperti benda atau zat. Fonologi yang memandang  bunyi-bunyi ujar demikian disebut fonetik
Kedua, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Bunyi-bunyi ujar merupakan unsur-unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan yang sekaligus berfungsi untuk membedakan makna. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar itu sebagai bagian dari sistem bahasa lazim disebut fonemik.

B.  Kedudukan Fonologi Dalam Cabang-cabang Linguistik

Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang lain, baik linguistik teoretis maupun terapan. Misalnya morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, dialektologi, pengajaran bahasa dan psikolinguistik.

Bidang morfolofgi, yang konsentrasi analissisnya pada tataran struktur internal kata (mulai dari perilaku kata, proses pembentukan kata, sampai dengan mosi yang timbul akibat pembentukan kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi. Contoh: mengapa morfem dasar {pukul} diucapkan secara bervariasi antara [pukUl] dan [pUkUl], serta diucapakan [pukulan] setelah mendapatkan proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-an}, praktis “minta bantuan” hasil studi fonologi.
Bidang sintaksis, yang konsentrasi analisisnya pada tataran kalimat ketika berhadapan dengan kalimat kamu di sini . (kalimat berita), kamu di sin? (kalimat tanya), kamu di sini! (kalimat seru atau perintah) dari ketiganya mempunyai arti yang berbeda tapi ketiganya masing-masing terdiri atas tiga kata yang sama.
Bidang semantik, yang berkonsentasi pada persoalan makna kata pun tidak jarang memanfaatkan hasil telaah fonologi. Contoh : mengapa kata tahu dan teras kalau diucapakan secara bervariasi [tahu], [tau], [teras], dan [taras] akan bermakan lain.
Bidang leksikologi, juga leksokolografi, yang berkonsentrasi pada persoalan perbendaharaan kata suatu bahasa, baik dalam rangka penyusunan kamus maupun tidak, sering memanfaatkan hasil kajian fonologi.
Bidang dialektologi, yang bermaksud memetakan “wilayah” pemakaian dialek atau variasi bahasa tertentu sering memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama variasi-variasi uacapan pemakaian bahasa, baik secara sosial maupun geografis.
Bidang pengajaran bahasa, (khususnya pengajaran bahasa kedua dan pengajaran bahasa asing) yang bertujuan keterampilan berbahasa lisan harus melatihkan cara-cara pengucapan bunyi-bunyi bahasa target kepada pembelajar (the learner).
Psikolingusitik, ketika menganalisis perkembangan penguasaan bunyi-bunyi bahasa pada diri anak juga memanfatkan hasil kajian fonologi.

C.       Manfaat Fonologi Dalam Penyusunan Ejaan Bahasa

Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi-bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar ada dua unsur, yaitu  segmental dan suprasengmental, maka ejaan pun menggambrkan atau melambangkan kedua unsur bunyi ujar tersebut.
Pelambaangan unsur fekmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambngkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan ataau huruf, tetapi juga bagaimna menuliskan bunyi-bunyi ujar,dalam bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal suku teknis keilmuan, dan sebagainya.pelambangan tekanan, nada, durasi, jeda, dan intonasi.pelambangan unsur suprasgmental ini di kenal dengan istilah tanda baca atau pungtuasi.
Kita tahu bahwa ejaan beratus-ratus tahun bahkan beribu-ribu tahun setelah bahasa lisan ada.Bahasa lisan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa ejaan.Ejaan diciptakan untuk melambangkan bunyi bahasa, bukan sebaliknya.Jadi,tidaklah ada alasan kuat bahwa bahasa (bahasa lisan,pen) harus mengikuti dan tunduk pada ejaan (bahasa tulis,pen).
Bahasa manapun selalu berubah, termasuk bahasa Indonesia.Satu sistem ejaan sesuai sesuai dengan bahasa yang dilambangkan pada waktu ejaan itu diciptakaan.Oleh karena itu,ejaanlah yang harus disesuaikan terus-menerus seiring dengan pengembangan atau perubahan bunyi pada bahasa yang dilambangkan bukan sebaliknya.
                                                     

0 komentar:

Posting Komentar