Sabtu, 17 Oktober 2015

17.07 - 1 comment

MENEMUKAN NASIONALISME DALAM BAHASA INDONESIA

Soekarno tiba-tiba meloncat ke atas meja dan berkata keras; “Tidak. Saya tidak setuju! Tanah kebanggaan kita ini dulu pernah bernama Nusantara. Nusa berarti pulau. Antara berarti di antara. Nusantara berarti ribuan pulau-pulau, dan banyak di antara pulau-pulau ini yang lebih besar daripada seluruh negeri Belanda. Jumlah penduduk negeri Belanda hanya segelintir jika dibandingkan dengan penduduk kita. Bahasa Belanda hanya dipergunakan oleh enam juta manusia. Mengapa suatu negeri kecil yang terletak di sebelah sana dari dunia ini menguasi suatu bangsa yang dulu pernah begitu perkasa, sehingga dapat mengalahkan Kublai Khan yang kuat itu? Saya berpendapat, bahwa yang pertama-tama harus kita kuasi adalah bahasa kita sendiri. Marilah kita bersatu sekarang untuk mengembangkan bahasa Melayu. Kemudian baru menguasai bahasa asing. Dan sebaiknya kita mengambil bahasa Inggris, oleh karena bahasa itu sekarang menjadi bahasa diplomatik. Belanda berkulit putih. Kita sawomatang. Rambut mereka pirang dan keriting. Kita punya lurus dan hitam. Mereka tinggal ribuan kilometer dari sini. Mengapa kita harus berbicara bahasa Belanda?!

Penggalan sejarah yang heroik di atas mengilhami tulisan sederhana yang tidak ilmiah ini, jika ada kekurangan dan perbedaan pendapat harap maklum.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa persatuan, bahasa IPTEK dan seni, dan sebagai bahasa dalam pembangunan telah menenmpatkan posisinya sebagai suatu kebanggan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sebaga bahasa negara, bahasa Indonesia dinyatakan kedudukanya pada 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang didalamnya menyebutkan bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia sudah jelas sebagai pemersatu suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia. Bahas Indonesia juga mampu mengemban fungsinya sebagai sarana komunikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan, pengembangan ilmu, teknologi, serta seni. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan dan penyampaian ilmu pengetahuan kepada semua kalangan dan tingkat pendidikan.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesia kurang diminati atau disoroti sebagai bagian yang perlu diangkat ketika pembahasan kita merujuk pada nasionalisme dan bela negara, padahal bahasa itu sendiri adalah lambang kebanggan dan identitas sebuah bangsa. Mungkin kita harus resapi kembali maksud Liberty Malik dalam lirik lagu Satu Nusa Satu Bangsa; “nusa, bangsa dan bahasa, kita bela bersama”. Disinilah puncak nasionalisme seorang Liberty Malik ketika menyertakan pentingnya bahasa di tengah kepentingan NKRI secara wilayah geografi (nusa) dan kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri (bangsa). Pentingnya bahasa dimata Malik jika dipandang dari sudut pandang global akan tersirat ungkapan ‘bahasa menunjukkan kedudukan’.

Permasalahan bahasa Indonesia di negeri sangatlah kompleks. Hal ini senada dengan Hasan Alwi (2011) dalam tulisannya Politik Bahasa Nasional menegaskan bahwa masalah kebahasaan Indonesia memperlihatkan ciri yang sangat kompleks. Hal itu berkaitan dengan tiga aspek, yaitu menyangkut bahasa, pemakai bahasa, dan pemakaian bahasa. Aspek bahasa menyangkut bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing (terutama bahasa Inggris). Aspek pemakai bahasa terutama berkaitan dengan mutu dang keterampilan berbahasa seseorang. Dalam perilaku berbahasa tidak saja terlihat mutu dan keterampilan berbahasa, tetapi juga sekaligus dapat diamati apa yang sering disebut sebagai sikap pemakai bahasa terhadap bahasa yang digunakannya. Adapun aspek pemakaian bahasa mengacu pada bidang-bidang kehidupan yang merupakan ranah pemakaian bahasa. Pengaturan masalah kebahasaan yang kompleks itu perlu didasarkan pada kehendak politik yang mantap.

Pergulatan tentang bahasa ini memang sudah mendapat perhatian dari pemerhati bahasa sejak seminar 1975 yang menghasilkan Politik Bahasa Nasional setakat Kebijakan Bahasa Nasional hasil seminar 1999 juga risalah kongres bahasa Indonesia VIII semuanya sama-sama membahas dan merumuskan berbagai masalah kebahasaan di Indonesia yang perlu ditangani. Hal ini berbuah pada Undang-Undang republik Indonesia No 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Meskipun rumusan tentang kebijakan dan perencanaan bahasa telah ada, namun dalam realita berbangsa penggunaan bahasa Indonesia masih jauh dari harapan. Pemasalahan muncul bisa diyakini karena ketidakpercayaan diri bangsa kita dalam menggunakan bahasa Indonesia. Mental inlander terus menghantui bangsa ini sehingga bahasa sendiri dirasa kurang berbobot dibanding bahasa asing. Bangsa Indonesia sekarang ini kurang menghargai bahasa Indonesia, buktinya banyak tempat, nama sekolah, nama bangunan dll menggunakan bahasa Inggris dan bahasa asing. Sangat sedih melihat ini, karena pendiri bangsa ini sudah berjuang untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, identitas bangsa, kebanggaan bangsa namun lebih disayangkan juga banyak para pejabat menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur bahasa Inggris dan bahasa asing. Bahasa asing dan bahasa Inggris dirasa lebih intelek daripada bahasa Indonesia itu sendiri. Ini penjajahan gaya baru pada bangsa kita yang tidak kita sadari dan dianggap hal biasa-biasa saja. Mari kita sebut ini sebagai penjajahan bahasa.

Waktu terus berputar, perubahan zaman senantiasa terjadi terlebih di era globalisasi abad ke -21 ini. Perkembangan dan kemajuan pada bidang teknologi dan informasi secara langsung akan mempengaruhi semua lini kehidupan dan ini sudah tentu berdampak pula pada keberlangsungan kehidupan kebahasaan di Indonesia. Hal ini merupakan tantangan yang baru dan besar bagi bahasa Indonesia. Kita tidak bisa mungkir bahwa dalam peningkatan interaksi global memerlukan bahasa sebagai alat berkomunikasi dan bahasa asing menjadi satu modal utama keunggulan kompetetif. Bahasa asing menjadi lebih penting dan menjadi ciri SDM yang berkualitas. Di sini kita melihat letak pemakai bahasa berperan penting menempatkan posisinya dalam berbahasa. Kapan, dimana, dan bagaimana kita berbahasa yang baik tanpa menyepelehkan Identitas diri kita sebagai satu bangsa yang memiliki bahasa sendiri.

Sangatlah rumit menempatkan bahasa Indonesia di tengah gempuran bahasa asing dan di sisi lain ada pelestarian bahasa daerah. Chaedar Alwasilah (2012) mengemukakan, globalisasi, di satu pihak, memunculkan hegemoni dan imperialisme bahasa sehingga kita ditantang untuk beraksara dalam bahasa nasional dan asing. Di pihak lain, di kota-kota kecil globalisasi juga memunculkan kecenderungan monolingualisme, yakni kebiasaan beraksara dalam bahasa Indonesia dan meninggalkan bahasa daerah. Untuk mengimbangi globalisasi ini, bangsa Indonesia harus memiliki strategi sendiri, strategi kebudayaan, antara lain dengan mengandalkan dan memberdayakan kearifan lokal, termasuk pemberdayaan dan revitalisasi bahasa daerah. Ketahanan budaya dalam strategi kebudayaan harus berpangkal pada pemikiran budaya yang menimbulkan rasa bangga.

Kekaguman yang sangat berlebihan terhadap bahasa asing merupakan ancaman yang paling berbahaya bagi bangsa ini. Dampak globalisasi sangat besar sehingga bangsa Indonesia seolah tidak berdaya jika tidak menguasai bahasa asing dan bahasa Inggris. Pelemahan dari segi opini bahwa bahasa Indonesia bahkan bahasa daerah tidak mampu dan tidak siap bersaing dengan bahasa asing dan Inggris semakin memperparah kondisi bahasa kita. Dalam pengamatannya terhadap terhadap prilaku berbahasa, khususnya para diplomat Indonesia di luar negeri, Ajip Rosidi yang dikutip dalam Alwasilah (2012) mengatakan bahwa bahasa negara kita “direndahkan dan dihina di tanah air kita sendiri dan juga diperwakilan-perwakilan kita di negeri orang oleh orang kita sendiri tanpa ada yang membelanya”. Miskinnya panutan berbahasa yang baik dari pemimpin bangsa dan kaum intelektual berimbas pada tidak bangkitnya mental inlander dalam berbahasa bangsa ini. Di sini bisa dilihat bahwa ancaman penjajahan bahasa indonesia ini bukanlah bahasa Inggris atau bahasa asing melainkan bangsa Indonesia sendiri yang kurang percaya diri dengan bahasa Indonesia.

Di lembaga pendidikan, pendidkan bahasa Indonesia menjadi musuh besar bagi kalangan siswa dan mahasiswa. Menurut Chaedar Alwasilah (2012) Ini dikarenakan praktik pengajaran bahasa yang tidak inovatif dan tidak kreatif. Lanjutnya, rendahnya kemampuan menulis akademik para lulusan universitas menunjukan lemahnya literasi bangsa sebagai bukti gagalnya pengajaran di tingkat sekolah dasar sampai dengan universitas. Dalam hal menulis, Alwasilah (2005) mengungkapkan bahwa belajar menulis itu seperti belajar kungfu, seyogianya berguru kepada “sang jagoan” yang dibuktikan dengan karya-karyanya yang telah dipublikasikan. Publikasi itu juga penting dipajang untuk menanamkan kepercayaang para murid akan kepakaran sang suhu. Dosen-dosen yang berkhotbah ihwal menulis tanpa unjuk publikasi akan sulit mendapat kepercayaan muridnya. Mungkin ini salah satu penyebab saat ini jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secarah keseluruhan masih lebih rendah dibandingkan dengan malaysia. Wajar jika Dirjen Pendidikan Tinggi sebagai orang pertama yang bertanggung jawab ini marah atau jengkel karena lulusan perguruan tinggi kita tidak bisa menulis. Bahkan para dosennya pun mayoritas tidak bisa menulis. Chaedar alwasilah dalam tulisanya (Bukan) Bangsa Penulis. 2012.

Dari sorotan lembaga pendidikan selanjutnya kita melihat bahasa dalam media, baik surat kabar, radio, dan televisi. Mengutip beberapa pendapat Djafar Assegaf dalam tulisannya “bahasa koran, radio, dan televisi perlu pembenahan menyeluruh” mengatakan, secara terus terang bahwa media massa, yakni surat kabar, radio dan televisi tidak berkembang lebih bagus dalam penggunaan bahasa, malah sebaliknya bahasa pers, radio dan televisi mengalami penurunan dalam mutu penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Bahasa media massa sudah menjadi “bahasa gado-gado” karena begitu banyaknya masuk istilah-istilah bahasa asing terutama Inggris yang sudah ada padananya dalam bahasa Indonesia tapi tidak dipakai. Akibatnya, masyarakat intelektual dan pemimpin kita berbahasa dalam bahasa gado-gado, tak ubahnya dengan bangsa dalam peradaban meztizo yang lebih bangga karena bahasanya bercampur dengan bahasa asing.

Kondisi masyarakat Indonesia dan hubunganya dalam kreatif berbahasa ditulis baik dan jelas oleh Andar Ismail (2015), tulisnya, kita memang bangsa yang kreatif dalam urusan bahasa. Bukan kreatif menghasilkan gramatika berbahasa dengan baik dan benar. Bukan pula menghasilkan karya tulis yang bermutu. Melainkan kreatif menghasilkan idiom yang menyamarkan suap-menyuap atau sogok-menyogok alias korupsi. Jangan heran kalau mendengar idiom seperti uang rokok, uang transport, uang makan, uang persembahan, uang terima kasih, uang tinta, uang lelah, uang jalan, uang pelicin, uang kertas, uang pulsa, dan masih banyak lagi. Itulah negeri kita, suap-menyuap, sogok-menyogok alias korupsi terbungkus rapi dan bergulir terus tersamar dalam bahasa yang santun.

Menengok bahasa Indonesia dalam karya sastra, dalam mengurai kehidupan manusia, seorang penulis mengimajinasikan pikiran-pikiran atau idenya berlandaskan pada realitas kehidupan guna menyentuh secara langsung sisi kehidupan kelompok masyarakat sehingga menghasilkan karya yang memiliki nilai ajaran moral yang tinggi bagi masyarakat secara umum dan penikmat hasil karya satra secara khusus. Demikianlah sastra, dulce et utile. Namun tidak bisa dipungkiri kalau karya sastra seperti novel, cerpen banyak ditulis dengan menggunakan dialek dan bahasa gaul khas remaja yang jelas-jelas melenceng dari niatan untuk memasyarakatkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karya seperti ini merajalela di pasar dan banyak diburu pembaca pemula. Hal ini berimbas pada bahasa lisan yang nantinya mereka pakai dalam presentasi formal dalam dunia pendidikan. Saatnya kita merevitalisasi karya sastra anak bangsa guna menggali jati diri, budaya dan kreativitas anak bangsa sebagai penangkal arus globalisasi yang masuk mulus di negeri ini.

Harus kita akui betapa pentingnya pemartabatan sastra nasional sebagai alat pembangunan bangsa dan negara. Sebenarnya bila dikemas dengan baik sastra Indonesia akan bisa go international dan banggalah negeri ini. Siapa yang tidak bangga penulis-penulis hebat seperti Pramoedya Ananta Toer, Habiburrahman El-Shirazi, Andrea Hirata dan beberapa lainya menjadi pembicaraan di level international.

Bagaimana di Indonesia? Apakah masyarakatnya gemar membaca, ataukah kita masih tenggelam dalam budaya “dengar dan bicara”?. Tidak perlu dipikir lebih jauh karena jika hasil tulisan bangsanya sedikit berarti bangsa itu juga malas membaca. Realitanya, kaum pelajar terlebih mahasiswa lebih gemar berburu pernik untuk gaya dan model yang lebih modern dari pada ke tokoh buku berburuh buku yang terbaru. Atau paling tidak berdalih dengan adanya google, tinggal ketik dan berselancar sudah ditemukan topik yang dicari. Janganlah heran kalau generasi saat ini adalah generasi yang menyimpan ilmunya di internet, di otak tidak apalagi perasaan dan tindakan.

Perfilman Indonesia sebagai sastra yang komplit diserbu oleh film Hollywood dan Bollywood, dan kini drama Korea meramba remaja-remaja Indonesia. Sinetron di televisi Indonesia tidak diminati karena tidak kreatif dan kebanyakan meniruh cerita dari perfilman luar negeri. Judulnya terkadang menggunakan bahasa asing meski seting dan ceritanya di Indonesia dan bahasa indonesia. Penjudulan film di bangsa ini juga kadang-kadang melenceng dari karakter budaya kita, carut-marut bahkan kedengaran aneh. Contoh, tahun di 1980-an Nafsu Gila, Nafsu Besar Tenaga Kurang, Ganasnya Nafsu, Saat Saat Kau Berbaring Di Dadaku, Gairah Yang Nakal, tahun 1990-an Ranjang Yang Ternoda, Ranjang Pemikat, Godaan Membara, Wanita Dalam Gairah, Permainan Binal, Getaran Nafsu, Gairah Yang Panas, Bisikan Nafsu, Gejolak Seksual, Puncak Kenikmatan. Judul yang aneh-aneh juga muncul kisaran tahun 2008 terutama di film-film yang berbauh horor. Seperti Hantu Jeruk Purut, Pocong, Dendam Pocong, Leak, Terowongan Casablanca, Ada Hantu Disekolah, Paku Kuntilanak, Suster Ngesot, Kutukan Suster Ngesot, Tali Pocong Perawan, Susuk Pocong, Diperkosa Setan, Rintihan Arwah Perawan, Kain Kafan Perawan dan paling aneh 2010 ada judul film Hantu Puncak Datang Bulan yang kemudian diubah menjadi Dendanm Pocong Mupeng. Jika begini, bagamiana nanti karya perfilman kita akan memupuk rasa bangga?. Karya yang kita hasilkan lebih mengejar keuntungan ekonomi bukan membangun bangsa yang terdidik dan bermartabat. Banyak penulis tertarik berkarya hanya untuk komersilal semata sedang kepentingan dan harga diri bangsa terabai.

Di sekeliling kita, banyak pemberitahuan dan pengumuman ditulis dalam bahasa asing dan bahasa Inggris. Pemberitahuan dan pengumuman yang ditulis dalam bahasa asing atau bahasa Inggris itu kurang mendukung pembangunan bangsa. Di sana kelihatan kita hanya tampil gaya tapi tidak berdaya, kelihatan dekoratif tapi tidak komunikatif. Teks-teks seperti ini tampil pongah diskriminatif terhadap mayoritas anggota masyarakat pembaca itu sendiri.

Pergulatan membela, membina dan mengembangkan bahasa Indonesia adalah pekerjaan yang besar. Kelihatan sepele sehingga terkadang hal yang salah yang sudah biasa kita lakukan kita benarkan. Memanggil tampil di depan dengan kalimat “silakan maju ke depan”, kata imbau jadi “himbau”, diubah jadi “dirubah”, dan masih banyak lagi kesalahan yang kita biasakan tapi kita anggap benar karena menganggap remeh bahasa Indonesia.

Memang tak dipungkiri juga Ejaan Yang Disempurnakan pun masih ada kekurangan. Ajip Rosidi (2010) menegaskan bahwa kalau kita teliti lebih cermat, seluruh EYD penuh dengan ketidakonsistenan. hal ini sebenarnya aneh karena EYD dipromosikan dengan payung “pembakuan bahasa”. Artinya EYD seharusnya menjadi rujukan bagi mereka yang ingin berbahasa Indonesia baku. Kalau rujukannya tidak konsisten bagaimana bisa kita menumbuhkan sesuatu yang baku?.

Bagaimana pun kondisi bahasa Indonesia saat ini kita tetap diajak untuk tidak letih mencintai bahasa Indonesia, tidak lelah membanggakan bahasa Indonesia sebagai kekayaan dan identitas bangsa kita. Agar bahasa Indonesia tidak semakin terjermbab, Anton Muliono menegaskan bahwa bahasa Indonesia akan menempati kedudukannya yang terhormat jika sumber daya manusia yang jadi penuturnya menjadikan bahasa itu bahasa yang patut dimahiri dan dikuasai. Jika sudah demikian kita akan berdiri tegak dan mendongakkan kepala kita sambil berucap “Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan BAHASA INDONESIA. Tetap tegak berdiri sambil bernyanyi;

Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa kita

Tanah air
Pasti jaya
Untuk Selama-lamanya

Indonesia pusaka
Indonesia tercinta
Nusa bangsa
Dan Bahasa
Kita bela bersama

Saat itulah tanpa sadar kita telah membuat para pendahulu kita bangga, Liberty Malik hidup kembali dengan semangat nasionalismenya dan ibu Pertiwi tersenyum bahagia.

1 komentar:

SAYA IBU NURJANNA YANG PERNA DI BANTU SAMA EYANG GURU MASALAH EKONOMI SAYA,,COBA DI BACA ARTIKEL DI BAWA INI,SIAPATAU BISA MENGUBAH NASIB SAUDARAH SAUDARA KU YANG KESULITANG JUGA MASALAH EKONOMI,,,TANKSS TUMPANGANYA WASSALAM..

Selamat Datang di Blog Nomor Togel Tembus :
Izinkan kami membantu anda semua dengan Angka ritual Kami..Kami dengan bantuan Supranatural Bisa menghasilkan Angka Ritual Yang Sangat Mengagumkan…Bisa Menerawang Angka Yang Bakal Keluar Untuk Toto Singapore Maupun Hongkong…Kami bekerja tiada henti Untuk Bisa menembus Angka yang bakal Keluar..dengan Jaminan 100% gol / Tembus…!!!! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!!

Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini:
1. Di Lilit Hutang
2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel
3. Barang berharga Anda udah Habis Buat Judi Togel
4. Anda Udah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat
Jangan Anda Putus Asa…Anda udah berada Di blog yang sangat Tepat..
Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..
Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja…
Jika anda Membutuhkan Angka Gaib Hasil Ritual Dari Eyan Guru
2D,3D,4D di jamin Tembus 100% silahkan:

Adapun Besar Biayanya tergantung Paket Kami berikan :
1, PAKET 2D : Rp 300,000
2. PAKET 3D : Rp 700,000
3. PAKET 4D : Rp 1,500,000
4. PAKET 6D : Rp 2,500,000

Semua Biaya diatas tidak sebanding dengan angka ramalan yang kami berikan…
Tapi ingat setelah anda succes dengan angka ritual kami..
sisikan sedikit buat orang yang membutuhkan nya…!!!
Dan Untuk Bisa Mendapatkan semua Angka kami silahkan Anda:

FORMAT PENDAFTARAN
Kpd Yth!! Bpk/ibu
Yang Sedang Dililit Utang Kami Atas
Nama Team Nomor Togel Tembus
Bersedia Membantu Anda Dengan Angka GAIB,
Hasil RITUAL Sendiri, Cara Bergabung Jadi Member ?
KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#
Lalu Kirim Ke No Hp Kami : ( 0853 4646 0583 )

NB : Sebelum Anda Memutuskan Untuk Bergabung,Perlu Anda Pahami
Bahwa Angka Yang Di Berikan Bukan Angka Acakan Atau Rumusan...
Tapi Melalui Ritual Yang Telah Di Akui Banyak Orang Dan Sangat Bermanfaat...
Tidak Menjanjikan Yang Manis-Manis Apalagi Sesuatu Yang Pasti Kami Tdk Mendahului Yang Maha Kuasa (ALLAH WATAALAH).

Call Di Nomer : +6285346460583
EYANG-GURU
Jaminan 5x Putaran Gol berturut-turut
Cuma 2 Lubang Tanpa Bb
Thank’s Kawan..Semoga Aja Jp Dan Sehat Selalu..!









Posting Komentar